Thursday, January 24, 2008

Yang Tak Terekam Tentang Ibu

Memiliki anak adalah kenikmatan tersendiri. Seluruh gerak dan ritual hidup saya berubah sejak memiliki Nayya. Di sisi lain, saya melihat beribu keajaiban yang sebelumnya tak pernah terekam dalam benak saya tentang seorang ibu, khususnya ibu saya, Mama.

Ibu saya pernah berkata, “Saat kamu memiliki anak, barulah kamu mengerti seluruh maksud dari yang Mama lakukan untuk kamu dan adik-adik kamu.”

Di hari ibu kemarin, seluruh kenangan perjalanan saya dan ibu saya kembali saya putar. Seakan memperhatikan slide-show Picasa di layar komputer saya, seluruh gambar berputar mundur hingga ke saat-saat saya kecil (dan bandelnya minta ampun) lalu akhirnya semuanya buram. Ah, ternyata hanya sejauh itulah saya bisa mundur.

Saat-saat saya enggan masuk ke rumah sehabis pulang sekolah dan akhirnya diam-diam menyimpan sepatu di atas tempat sampah dan pergi bermain. Atau bagaimana ibu saya menuntun saya pergi ke sekolah, sambil menggendong adik saya, di pagi yang gelap karena debu letusan gunung Galunggung. Ah, saya juga ingat bagaimana ibu saya harus pergi meminta maaf kepada ibu teman saya (saat itu TK nol kecil) karena saya melukai matanya menggunakan pedang-pedangan (padahal itu pertarungan yang fair kok :-D). Atau bagaimana galaknya ibu saya saat saya enggan belajar membaca.

O - te - o - to, bemo

saat itu saya yakin ibu saya tak akan tahu apa yang saya baca - toh tinggal lihat gambar semua ejaan akan benar. Jeweran dan cubitan menemani saya belajar. Namun itu semua yang membuat saya berhasil dan menjadi seperti saat ini.

Sayangnya saya tidak bisa melihat gambaran yang lebih tua dari itu. Ibu sayalah yang bercerita tentang masa bayi saya, namun sepertinya saya tak pernah puas dengan cerita saja. Saya ingin melihat gambaran masa-masa itu. Melihat ibu saya tersenyum saat menceritakan masa-masa saya bayi, meskipun cerita tersebut tentang saya yang tak bisa tidur, sakit, ataupun kebandelan saya saat bayi, membuat saya mengerti betapa berharganya perjalanan yang dilaluinya bersama saya.

Kini,

melihat bagaimana Bunbun mengasuh dan menjaga Nayya, membuat saya tersadar bahwa masa-masa inilah yang tak terekam di kepala saya. Sering, ketika malam saya mengecup kening Nayya dan Bunbun, saya seolah melihat gambaran ibu saya dan saya saat bayi.

Bagaimana tetesan air susu Bunbun menenangkan Nayya saat terbangun di malam hari dan menangis. Bagaimana pelukan Bunbun membuat Nayya nyaman saat berada di lingkungan yang asing baginya. Bagaimana belaian tangan Bunbun membuat Nayya tersenyum. Bagaimana telatennya Bunbun membersihkan lipatan-lipatan kulit di kaki dan tangan Nayya saat memandikannya di pagi dan sore hari.

Bagaimana detak jantung Bunbun membuat Nayya bisa tertidur saat demam tinggi menyerangnya. Bagaimana senyum Bunbun bisa membuat Nayya tertawa. Bagaimana sedih dan stressnya Bunbun karena berat badan Nayya di bawah rata-rata. Bagaimana tangis Bunbun saat Nayya jatuh sakit justru bisa membuat Nayya tertawa.

Bagaimana untaian doa di pagi, siang, malam, selalu digumamkan oleh Bunbun demi sang buah hati.

Ah, inikah yang tak terekam tentang ibu saya saat saya bayi?

No comments: